Plus Minus Beternak Ayam Kampung Secara Tradisional




Beternak ayam kampung secara tradisional telah lama dikenal secara turun temurun di kalangan masyarakat Indonesia.

Pada umumnya tujuan peternakan Ayam Kampung Asli ini tidaklah terlalu memperhitungkan nilai ekonomis sebagaimana peternakan ayam dengan sistem intensif dan semi intensif.

Cara beternak ayam kampung sangatlah sederhana, secara tradisional budidaya ayam kampung biasanya dilakukan dengan ternakan ayam kampung dibiarkan begitu saja tanpa penanganan dan pemberian pakan khusus, bahkan kebanyakan pemelihara ayam kampung hanya memberi makan ayam ayamnya dengan serba sangat apa adanya saja, dan yang lebih dominan adalah sisa sisa makanan dari dapur.

Sebagian lainnya, setiap hari ternakan diberi dedak ( bekatul ) yang kemudian dicampur dengan sisa nasi dan sisa sisa dapur lainnya, yang setelah itu dibiarkan bebas di pekarangan untuk mencari makanannya sendiri dan akan pulang dengan sendirinya bila ada sisa makanan rumah tangga yang dibuang ke kebun belakang.



Peternak tradisional cukup hanya menyediakan tempat berteduh, tempat bertelur dan sarang untuk mengeram saja, sekalipun masih banyak juga ternakan yang dibiarkan tidur di atas pohon dan bertelur di semak semak karena ketiadaan kandang yang memadai. sungguh memprihatinkan ya.. hehe..

Walau bagaimanapun beternak Ayam Kampung masih menguntungkan kok.

Mengapa? Karena beternak ayam kampung dengan sistem ini yang pasti lebih menguntungkan dibanding menyimpan uang kita yang nganggur secara tunai, jika anda pernah mendengar istilah yang bernama inflasi alias penyusutan nilai mata uang tentunya hal tersebut cukup beralasan bukan?

Yang belum paham, silahkan membaca penjelasannya pada artikel ini.

Artikel Lainnya :

Inflasi, Strategi Mencuri Uang Rakyat Tanpa Pernah Ketahuan.

Hanya saja ternak ayam sistem tradisional nilai keuntungannya tidak bisa besar karena ternakan terkesan kekurangan cinta dan perhatian dari pemiliknya. hehe..

Untuk biaya perawatan ayam kampung dengan sistem tradisional ini bisa dibilang memang mendekati nol rupiah, alias serba gratisan. Namun yang perlu kita tinjau kembali adalah apa dan berapa sebenarnya nilai untung rugi dari usaha peternakan ayam kampung asli (AKA) dengan sistem tradisional ini.

Nah, untuk keuntungan daripada beternak ayam kampung secara tradisional yang pastinya sangat organik ini adalah sebagai berikut :

1. Masih menjadi satu satunya cara beternak ayam tanpa perlu terlalu ribet mengurusi ternak, sehingga sangat dan hanya cocok digunakan sebagai usaha sampingan.

2. Biaya operasional sangat ekonomis dan minimalis sekali dan bahkan nyaris tanpa biaya

3. Bisa mencukupi kebutuhan dan keinginan akan telur dan daging ayam untuk seluruh anggota keluarga (Minimal 5 Ayam kampung betina kalau ingin selalu ada telur ayam kampung di dapur )

4. Membantu membersihkan lingkungan sekitar dari limbah rumah tangga (Karena pakan utamanya adalah limbah dapur)

5. Sebagai sarana menabung dan investasi yang relatif Aman dll.

6. Ternak ayam cukup kebal terhadap penyakit dengan kualitas daging dan telur yang pastinya sangat jauh lebih sehat bila dibandingkan ayam peliharaan intensif.

7. Bisa menjadi bahan pupuk kandang yang sangat manjur untuk menyuburkan tanaman.

Sedangkan untuk kekurangan dari sistem beternak ayam kampung secara tradisional adalah sebagai berikut :

1. Masa kembang ternak sangat lama, ini karena kebanyakan bibit ayam kampung adalah dari berbagai induk yang bukan dari ras unggulan alias oplosan, baik untuk dijadikan sebagai ayam pedaging maupun petelur, belum lagi karena perawatan dan pakan yang kurang diperhatikan kandungan nutrisinya.

Rata rata ayam kampung butuh waktu 6-10 bulan untuk bisa dijual dengan standart harga yang layak, bandingkan dengan memelihara ayam kampung bibit unggulan (misalnya ayam jawa super/joper) secara intensif yang rata rata hanya butuh waktu 2,5 bulan- 5 bulan saja untuk mencapai bobot siap panen.

2. Rasio telur pecah, tidak menetas, dan bahkan telur diminum sendiri oleh sang induk ayam sangat tinggi. Ayam kampung sebagaimana diketahui agak liar, suka berakrobat dan gemar bertengkar, sehingga kecelakaan yang menyebabkan telur dalam sarang kocar kacir sering terjadi, untuk kasus telur di minum sendiri oleh sang induk, yang pasti itu tandanya ayam kita benar benar dalam kondisi dengan asupan gizi yang amat buruk.

Ayam sering berebut sarang menyebabkan
rasio tetas menurun


3. Tingkat kematian anak ayam sangat tinggi (rata rata berkisar 50%), bahkan prosentase ini bisa lebih tinggi lagi bila anak ayam menetas pada musim yang kurang mendukung serta ayam indukan lain banyak yang sedang dalam kondisi merawat anak anaknya juga.

4. Produktifitas telur sangat rendah, yakni berkisar 40-70 butir telur per tahun. Hal ini karena indukan ayam harus libur bertelur, sebab mereka harus merawat anak anaknya. Bandingkan dengan telur ayam petelur lainnya misal ayam arab yang mampu bertelur hingga 225 butir telur per tahun, atau ayam kampung yang di budidaya secara semi intensif yang rata rata dapat bertelur 150 butir telur dalam setahun.

5. Kekurangan lainnya adalah banyak juga loh kasus ayam kampung tradisional yang tewas diterkam tikus, kucing liar, musang, biawak, kucing hutan ataupun dibantai anak tetangga yang sedang ingin pesta barbeque daging ayam bersama teman temannya. hehe..

Yang pasti segala sesuatu memiliki sisi minus dan plusnya sendiri sendiri, jadi tinggal kita pilih saja sistem beternak ayam yang paling baik menurut masing masing peternak. :)



Semoga sukses selalu..

Baca Juga :

Cara Beternak Ayam Kampung Sistem Semi Intensif

Jenis Jenis Ayam Buras Lokal Unggulan Untuk Budidaya Ayam Kampung Pedaging

Macam Macam Ayam Buras Lokal Yang Bagus untuk Usaha Ternak Ayam Kampung Petelur

4 Faktor Utama Penyebab Tingginya Angka Kematian Anak Ayam dan Cara Mudah Mengatasinya